Lelaki dan perempuan
adalah dua insan yang memiliki tingkat harkat yang sama, akan tetapi perlu
diakui bahwa ada perbedaan martabat di antara keduanya. Seharusnya perbedaan
itu menjadi sebuah kaloborasi segala ide-ide yang dimiliki laki-laki dan
perempuan untuk membangun pondasi keharmonisan dan kemakmuran antar masyarakat,
agar terwujudnya manusia yang peduli satu sama lain. Namun idealitas yang
terjadi saat ini tidak sesuai dengan harapan. Perempuan selalu mendapatkan
perlakuan yang tidak baik, karena perempuan dianggap lemah. Sehingga hal itu
membuat para perempuan merasa dianggap remeh dan lemah. Padahal, sesungguhnya
perempuan juga memiliki hak-hak yang diperuntukkan untuk mereka.
Masih
terlintas bahwa perempuan juga selalu dikucilkan, dan dikekang yang membuat
diri perempuan merasa dibatasi sehingga berimbas kepada batin dan pemikiran
mereka dalam hal pekerjaan/karir dan pendidikan. Jangankan berbincang jauh soal
karir, bahkan mengenai pendidikan perempuan pun tak lagi dianggap penting,
karena pada akhirnya perempuan akan berakhir pada tanggung jawab suami.
Berdasarkan pemikiran khalayak umum akan perempuan menjadikan mereka ragu,
bahkan enggan melanjutkan cita-cita mereka.
Pada
akhirnya, islam datang untuk mengangkat derajat perempuan, menjunjung tinggi
harga diri perempuan, memuliakan diri perempuan dan menjadikan perempuan
dipandang sejajar dalam segi kemanusiaan.
Allah
berfirman dalam al-Qur’an:
”Wahai
manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS.
Al-Hujurat: 13).
Dan
Nabi bersabda:
“Semua
manusia adalah sejajar, sama halnya seperti gigi sebuah sisir, tidak ada yang
lebih unggul dari seorang Arab atas orang non arab, seorang yang berkulit putih
atas orang yang berkulit hitam, atau laki-laki atas wanita, sesungguhnya yang
bertaqwalah yang disukai oleh Allah SWT.”
Dari
firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw di atas telah dijelaskan bahwa
sesungguhnya semua manusia di bumi ini sejajar. Demikianlah dalam hal
pekerjaan baik laki-laki maupun perempuan. Antara laki-laki dan perempuan
masing-masing memiliki porsi sesuai dengan kodrat yang telah ditentukan. Oleh
karena itu, tidak keliru jika perempuan ingin tetap memiliki pekerjaan atau
berkarir dan melanjutkan jenjang pendidikan yang tinggi.
Idealitasnya
seorang perempuan itu harus memiliki pengetahuan yang banyak dan otak yang
cerdas, karena kelak mereka akan melahirkan generasi penerus bangsa dan menjadi
madrasah al-‘ula bagi anak-anak mereka. Namun, realita yang terjadi di
kehidupan nyata ialah minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh para perempuan,
sehingga menjadikan mereka berdiam diri di rumah menjadi seorang istri, ibu
dari anak-anak dan ibu rumah tangga.
Sebab
beberapa pendapat dari masyarakat membuat para perempuan mengubur
sedalam-dalamnya segala impian mereka untuk mewujudkannya dalam hal berkarir.
Sehingga mereka harus memilih menjadi perempuan berkarir seperti impian mereka
saat muda? Ataukah menjadi seorang ibu rumah tangga yang tanpa batas waktu
mengurus keluarga dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Dua
hal itu adalah pekerjaan yang sangat sulit untuk dipertimbangkan. Di satu sisi,
perempuan pasti sangat ingin melanjutkan hobi, bahkan cita-cita mereka pada
masa muda dulu. Akan tetapi di sisi lain, mereka harus menjadi seorang ibu
rumah tangga yang selalu ada mengurusi keluarga kecilnya. Ada juga perempuan
yang ingin mengambil dua peran sekaligus, yaitu menjadi seorang ibu rumah
tangga dan perempuan yang memiliki pekerjaan atau karir.
Menjadi
perempuan yang memiliki karir dan sekaligus mengurus rumah tangga mendapatkan
respon dan ujaran yang tidak baik serta sulit untuk diterima oleh hati. Mereka
yang tidak setuju bahwa perempuan yang berkarir pasti akan lalai akan tugas dan
tanggung jawab seorang istri dan ibu. Menyalahkan akibat terlalu sibuk dengan
dunia sendiri sampai meninggalkan anak-anak yang membutuhkan pendidikan dan
melayani suami walaupun sebenarnya masih bisa dilakukan sendiri.
Begitu
juga dengan perempuan yang hanya menjadi seorang istri dan ibu di rumah. Mereka
tidak jauh berbeda dengan perempuan yang berkarir. Mereka juga mendapatkan
pandangan yang cukup menyakitkan. Saat gelar sarjana mereka yang dijadikan
kambing hitamnya. Mengapa sekolah tinggi-tinggi, tapi pada akhirnya hanya
menjadi ibu rumah tangga?
Nah,
pada hakikatnya kedua hal itu tidak bisa dilakukan secara bersamaan. Namun,
bisa dilakukan dengan cara beriringan. Contoh, sebelum berangkat kerja mereka
harus menyediakan sarapan dan makan siang untuk suami dan anaknya. Ada banyak
manfaat yang bisa perempuan dapatkan dari karir itu. Dengan berkarir bisa menambah
teman, menambah pengetahuan bahkan memperdalam pengetahuan dan menjadi
perempuan yang produktif.
Saran
dari penulis. Wahai perempuan! Raihlah cita-cita, tetaplah semangat untuk
menggapai segala apa yang diimpikan, dan abaikanlah perkataan orang-orang yang
menurut kalian itu bukan hal yang tepat bagi diri kalian. Karena, sesungguhnya
kalianlah yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi diri kalian
sendiri.
Begitu
pula dengan perempuan yang telah menikah, jangan pernah menganggap bahwa
setelah menikah itu merupakan hal yang bisa menghentikan semua mimpi-mimpi
kalian. Sehingga setelah menikah membuat perempuan yang berkarir meninggalkan
karirnya. Oleh sebab itu, jangan terlalu memperdulikan perkataan orang lain.
Fokuslah pada apa yang kamu impikan untuk dirimu dan impian keluargamu.
Ingatlah,
wahai perempuan! Bahwa perempuan itu memiliki kehidupan, artinya perempuan
berhak untuk menikmati hidupnya, perempuan juga berhak memenuhi apa yang
diinginkan, dan perempuan berhak untuk mengapresiasikan segala apa yang
dicita-citakan. Oleh karena itu, lanjutkanlah mimpi-mimpimu dan teruskanlah
karirmu.
“Pada
hakikatnya kita lahir dari rahim seorang perempuan yang kuat dan dari
rahimnyalah lahirnya generasi penerus bangsa dan pejuang agama”
0 Komentar