Akar kata dari kemandirian ialah Mandiri. Makna mandiri dari segi pemahaman etimologi ialah suatu kondisi yang dapat berdiri sendiri atau tidak memiliki ketergantungan terhadap orang lain dalam menjalankan kehidupan. Adapun makna mandiri dari segi terminologi ialah kecenderungan orang untuk melakukan sesuatu tanpa minta bantuan kepada orang lain. Bernadib mengemukakan makna mandiri sebagai, pertama, memiliki perilaku yang brinisiatif. Maksudnya ialah orang yang mandiri akan memiliki perilaku untuk melakukan sesuatu dengan kreatifitas dan inisiatif dari dirinya. Kedua, mampu mengatasi masalah, hambatan, dan tantangan. Maksudnya ialah jika ada masalah, hambatan, dan tantangan dapat diselesaikan dan diatasi sendiri tanpa meminta bantuan kepada siapa pun.
Ketiga, memiliki rasa percaya diri yang kuat. Maksudnya ialah dengan mandiri akan menimbulkan rasa percaya diri dan keyakinan yang kuat dalam menghadapi segala sesuatu yang ada tanpa ada rasa pesimis atau pun malu. Keempat, mampu melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu tidak meminta pertolongan kepada orang lain. Kelima, memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya. Maksudnya dengan mandiri mampu bersaing dengan banyak orang tanpa merasa segan atau pun malu karena harus meminta bantuan terus-menerus.
Namun perlu digaris bawahi bahwa mampu melakukan pekerjaan apa pun tanpa bantuan orang lain bukan berarti seorang yang mandiri mengasingkan diri dari bersosial dengan masyarakat. Karena dalam kehidupan sosial saling membantu serta tolong-menolong hal yang lazim untuk diterapkan sebagai pemaknaan dalam kehidupan. Hidup bermasyarakat dan bersosial merupakan hal yang penting dan harus bisa diterapkan oleh semua orang agar terwujudnya masyarakat yang bersahaja dan rasa kekeluargaan yang kuat. Maka dari itu diperlukan kemandirian dalam diri agar bisa menopang kehidupan dan tidak selalu bergantung kepada orang lain melainkan membantu orang lain yang membutuhkan.
Ada dua kemandirian yang harus dimiliki oleh manusia. Salah satunya ialah kemandirian finansial atau mandiri secara finansial. Sebelum membahas lebih dalam mengenai mandiri secara finansial, mari kita pahami bersama apa yang dimaksud dengan mandiri secara finansial? Apakah seseorang bisa dikatakan mandiri secara finansial dikala ia telah bekerja di perusahaan dengan memperoleh gaji yang besar? Atau orang yang telah memiliki profesi dan gelar terhormat? Lalu bagaimana bentuk dari mandiri secara finansial dan apakah mandiri secara finansial merupakan hal yang penting?
Berdasarkan beberapa pertanyaan di atas, penulis mencoba menjawab satu per satu. Penulis mengutip perkataan Dr. M. Nasih yang merupakan pendiri pondok Perkaderan Tahfid Monas Institute Semarang dan Sekolah Alam Planet Nufo Al-Furqan Rembang tentang makna mandiri secara finansial yang dikaitkan dengan istilah amwalul aghniya’. Nasih mendefinisikan kata aghniya’ yang berasal dari kata ghina’, dengan orang yang tidak membutuhkan. Menurut Nasih, orang yang mandiri secara finansial adalah orang kaya yang tidak membutuhkan segala hartanya dan orang tersebut berani dan rela mengeluarkan serta menggunakan hartanya untuk berjihad demi terwujudnya kesejahteraan pada umat dan bangsa. Orang yang mandiri secara finansial atau tidak membutuhkan hartanya itu bukan bertujuan untuk hidup hedonis yang hanya untuk menyenangkan diri dan hidupnya. Jika ingin menjadi orang yang mandiri secara finansial yang mudah dan rendah hati dalam memberikan harta untuk perjuangan, maka janganlah letakkan harta itu di hati, melainkan letakkanlah di tangan agar mudah dalam melepaskannya untuk perjuangan di jalan Allah SWT.
Adapun pendapat lain bahwa mandiri secara finansial ialah kala seorang telah mempunyai pekerjaan dan menghasilkan gaji serta memiliki gelar terhormat, akan tetapi jika perusahaan atau tempat kerja tersebut bangkrut atau kepala perusahaan tersebut melakukan PHK besar-besaran dan salah satunya diri kita, maka tidak ada lagi pekerjaan dan gaji besar tersebut. Maka dari itu, makna mandiri secara finansial bukanlah dari segi mempunyai pekerjaan atau pun mempunyai gaji. Karena jika perusahaan tersebut bangkrut atau tutup, maka hal tersebut juga dapat meruntuhkan serta menghancurkan impian yang telah dibangun sejak lama. Maka dari itu bentuk mandiri secara finansial itu ketika mampu dan bisa membiayai segala kehidupan keluarga, negara, dan bangsa tanpa meminta-minta kepada orang lain. Seorang yang bisa dikatakan mandiri secara finansial juga bisa dilihat apabila orang tersebut mampu berinvestasi (disiplin dan pengetahuan) dalam segi atau bentuk apa pun.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas secara tidak langsung telah menyatakan bahwa mandiri secara finansial merupakan hal yang penting. Adanya jiwa yang mandiri secara finansial akan membantu dalam berjihad di jalan Allah, menyejahterakan umat, bangsa, dan negara. Alangkah bahagiannya jika kita mampu membantu serta menyenangkan keluarga kita dan kerabat terdekat yang kita sayangi, sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW “Dahulukan dirimu, lalu bersedekahlah atas dirimu. Jika ada sisanya, maka untuk keluargamu. Jika masih ada sisa setelah untuk keluargamu, maka berikanlah untuk kerabatmu yang lainnya. Jika masih ada sisa lagi, maka demikian dan demikian”. (HR. An-Nasa’i)
Namun realita yang terjadi sekarang ialah masih banyak saudara-saudara seiman yang terbelenggu dalam kemiskinan. Banyaknya fenomena yang diakibatkan oleh kemiskinan yang diantaranya ialah terdapat orang-orang mengais tong sampah untuk mendapatkan makanan, banyaknya anak-anak di jalan yang tidak merasakan pendidikan di bangku sekolah, orang-orang yang tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit dan pun tidak sedikit para istri yang menjadi kupu-kupu malam untuk mencari uang karena ditinggalkan oleh suami. Naudzubillah min dzalik. Melihat fenomena-fenomena tersebut menjadi pelajaran untuk kita semua yang diberi keberuntungan dan rezeki oleh-Nya. Jika dalam keadaan terpuruk, teruslah berusaha dan berdoa, jangan pernah menyerah dengan kegagalan karena Allah tidak pernah acuh kepada hamba-Nya yang selalu ikhtiar keras dan selalu berdoa.
Penulis berpesan kepada para Santri, bahwa ilmu tidak akan berarti dan berguna jika tidak memiliki uang. Jihad hanya menggunakan ilmu dan tanpa uang akan mati kelaparan. Pun sebaliknya jihad tanpa ilmu akan sia-sia dan bisa menyesatkan banyak orang. Maka dari itu keduanya harus seimbang. Ilmu dan Uang diibaratkan seperti dunia dan ukhrowi (Akhirat). Jika hanya condong ke salah satunya, maka salah satunya lagi tidak akan diperoleh. Sebagaimana Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya yang berarti: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qasas : 77)
Makna ayat tersebut menjelaskan bahwa kita harus menyeimbangkan antara dua aspek, yaitu aspek dunia dan aspek akhirat. Dengan cara menuntut ilmu, belajar agama dengan baik, bekerja untuk menghasilkan uang atau rezeki yang telah menjadi bagian kita di dunia dengan tetap niat untuk beribadah kepada-Nya, karena perlu dingat bahwa konsep dalam beribadah bukan hanya dalam hal salat, zakat, haji dan lain-lain. Segala pekerjaan yang kita lakukan di bumi seperti mencari rezeki yang disertakan ikhtiar-ikhtiar dan berdoa kepada Allah juga merupakan bentuk dari beribadah dan menyembah kepada-Nya. Maka jangan pernah terlena dengan kekayaan yang telah dimiliki sehingga melupakan Dzat yang telah memberikan kekayaan tersebut yakni Maha Pemberi Rezeki.
Jika keduanya telah seimbang kaum muslim yang ada di dunia pasti akan hidup dengan sejahtera yang penuh dengan ilmu yang luas dan harta yang melimpah lagi berkah untuk berjihad dan menjunjung tinggi agama Islam dari segala kelompok yang menginginkan keruntuhannya. Maka dari itu, Santri sebagai sekolompok orang yang paham akan ilmu agama dan ilmu kehidupan yang akan menjadi generasi selanjutnya harus memiliki harta yang banyak atau mampu mandiri secara finansial untuk digunakan berjihad di jalan-Nya. Teringat ada sebuah kalimat yang menginspirasi dari seorang Donald Trump, yaitu “Jika anda terlahir dalam keadaan miskin, maka itu bukan salah anda. Tetapi jika anda mati dalam keadaan miskin, itu adalah kesalahan anda”. Maka dari itu mulai sekarang belajarlah dengan giat agar bisa menjadi santri yang bukan hanya mandiri secara intelektual melainkan mandiri secara finansial. Selamat Hari Santri.
0 Komentar